Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo. (F: BatamNow)
Sumber: BatamNow 25 Oktober 2023 13:59
BatamNow.com, Jakarta – Sejumlah persoalan pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal yang kerap terjadi di Batam, Kepulauan Riau, hingga saat ini, bakal diangkat dalam ASEAN Forum on Migrant Labour (AFML), forum diskusi dan kajian negara-negara di ASEAN, yang diadakan di Jakarta, 25-26 Oktober 2023.
“Benar, sebagai satu-satunya pihak yang diutus dari Batam, saya akan sampaikan sejumlah persoalan tindak pidana perdagangan orang (TPPO), termasuk PMI ilegal yang terjadi di Kepulauan Riau, secara umum,” kata Frater Bernardus Aldi, Perwakilan Komisi Keadilan dan Perdamaian Pastoral Migran dan Perantau (KKPPMP) Keuskupan Pangkalpinang, kepada BatamNow.com, di Jakarta, Rabu (25/10/2023).
Dia mengatakan, PMI rentan masuk dalam perdagangan orang. Dan itu di Batam masih sangat masif. “Untuk itu, saya ingin menyuarakan hal tersebut di forum ASEAN tersebut agar mendapat perhatian dari seluruh negara anggota ASEAN,” tuturnya.
Beberapa hal yang akan ia sampaikan, antara lain, masih maraknya TPPO di Batam yang tentunya perlu juga setiap negara, khususnya di ASEAN memberi perhatian. Juga perlu setiap negara setidaknya memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi pekerja yang berasal dari negara lain. Hal lainnya, peraturan pekerja migran di tiap negara perlu ditingkatkan. Dan, pengawasan dan advokasi setiap negara perlu dimarakkan.
Tagih Janji Polisi
Di sisi lain, secara tegas Migrant Care menagih janji kepolisian yang mau menangkap 5 aktor pelaku TPPO di Batam. Karena kabarnya para aktor tersebut masih bebas berkeliaran sampai hari ini.
“Polisi tak kunjung menangkap para aktor. Ada apa? Apakah ada kolusi atau justru polisi jadi beking dari para aktor tersebut?” seru Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo, kepada BatamNow.com, di Jakarta, Senin (23/10/2023).
Menurutnya, sampai saat ini, kelima aktor tersebut masih bebas berkeliaran. Bahkan mungkin masih menjalankan aksinya meloloskan pekerja migran Indonesia (PMI) nonprosedural.
Dia mencontohkan, laporan Ketua KKPPMP Chrisanctus Paschalis Saturnus atau akrab disapa Romo Paschal terkait dugaan keterlibatan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara Daerah (Wakabinda) Kepulauan Riau Bambang Panji Prianggodo, diduga menjadi beking PMI ilegal, mangkrak.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan atau Menko Polhukam Mahfud MD, yang juga Ketua Satgas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) mengatakan, kasus perdagangan orang modus pekerja migran makin masif melibatkan oknum-oknum institusi negara.
“Sindikat perdagangan orang di Batam bukan orang biasa karena sudah terkoordinasi. Dia menyebut sindikat itu melibatkan oknum pemerintah hingga pihak swasta,” ujarnya.
Bahkan dirinya menyebut Pelabuhan Internasional Batam Center, telah menjadi lokasi pengiriman pekerja migran ilegal. Dia menegaskan pengiriman PMI ilegal tidak hanya dilakukan melalui pintu belakang, tapi juga pintu depan alias jalur resmi.
Meski telah melakukan kunjungan langsung ke Pelabuhan Batam Center, namun sepertinya tidak ada tindak lanjut dari Mahfud. Bahkan, rencananya melakukan sidak diam-diam tak kunjung ditepati. Apalagi saat ini dirinya sudah sibuk mau siap-siap kampanye menjadi Cawapres. Alhasil, pengiriman PMI ilegal lewat Batam masih terus terjadi.
Pelabuhan Tikus
Lebih jauh Wahyu menyoroti banyaknya pelabuhan tikus di Kepri yang memungkinkan oknum-oknum tertentu meloloskan pekerja migran secara ilegal. “Benar, banyak sekali pelabuhan ilegal di Kepri. Ditambah lagi pengawasan yang longgar dari para stakeholders yang terkait dengan persoalan tersebut, seperti imigrasi, Polairud, Bakalma, TNI AL, dan sebagainya.
Ini diperparah dengan BP2MI yang bekerja kurang maksimal. “Karena locus-nya ada diperbatasan, saya kira peran pihak-pihak yang terkait langsung sangat besar. Saya lihat BP2MI juga lemah. Saya ke BP2MI di Batam Center, Juli lalu, siang hari, kantornya tutup. Padahal, ketika itu banyak PMI yang kembali ke Indonesia. Harusnya BP2MI bisa melakukan sosialisasi,” tukasnya.
Lebih dari itu, dia menilai integritas penjaga perbatasan sangat lemah dan tidak teruji. Tak heran kerap terjadi kolusi, bahkan oknum aparat menjadi beking dari pelaku TPPO.
Dia menambahkan, sejauh ini, penanganan PMI ilegal yang dilakukan oleh pemerintah seperti hangat-hangat tahi ayam. “Ketika di ASEAN ramai membahas perdagangan orang, Indonesia ujug-ujug ikutan, tapi begitu sepi, pemerintah ya ikutan surut juga. Ini membuat penanganan PMI ilegal tidak konsisten,” ujarnya.
Wahyu menyimpulkan, bisa dikatakan pemerintah belum serius menangani persoalan TPPO ini. “Kalau masih ada pembiaran, padahal kasusnya nyata di depan mata, rasanya itu bentuk kolusi. Sebab, pembiaran bisa terjadi karena salah satunya ada keterlibatan oknum tertentu di dalamnya.
Lebih jauh Wahyu mengatakan, realita belum bisa ditanganinya TPPO, salah satunya PMI ilegal menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi Presiden-Wapres selanjutnya. “Kami belum melihat ya ada Capres-Cawapres yang punya gagasan dalam mengatasi TPPO ini. Kita bisa melihat, jangan-jangan ada track records Capres-Cawapres yang justru tidak memberikan perlindungan kepada PMI. Juga ada parpol yang selama ini mendominasi Kementerian Ketenagakerjaan, tapi hasilnya nihil dalam memberikan perlindungan kepada PMI. Ada juga Capres yang bertanggung jawab pada pertahanan dan keamanan, tapi hasilnya abu-abu. Itu kan bisa dilihat,” paparnya.
Disampaikan pula, Migrant Care mendukung langlah-langkah reorganisasi gugus tugas anti-trafficking, di mana kalau dulu kewenangannya non-penegakan hukum, tapi sekarang fokus penegakan hukum yang dipegang oleh Polri. Semua kembali ke Polri, apakah punya integritas atau tidak?
“Kita dukung langkah-langkah pemerintah mengakhiri TPPO. Tapi komitmen dan integritas para stakeholders ini juga harus diuji,” pungkasnya. (RN)


Leave a Reply